Asumsi

Terkadang apa yang kita ingin sampaikan tidak dapat dipahami dengan baik oleh orang lain. Kita seringkali berasumsi orang lain akan otomatis paham apa yang kita maksud tanpa perlu menjelaskan secara rinci. Kita berasumsi mereka sudah cukup pintar untuk menarik kesimpulan sendiri. Nyatanya, tidak seperti itu.

Asumsi membuat kita tidak memastikan kembali bahwa mereka benar-benar paham. Akibatnya bisa fatal. Jika seorang dokter berasumsi pasiennya sudah mengerti apa yang dijelaskan tanpa memastikan kembali bahwa sang pasien benar-benar paham, bisa berakibat pasien tidak melakukan pengobatan dengan benar sehingga tidak sembuh bahkan meninggal dunia. Hal yang serupa bisa terjadi pada semua profesi dan berbagai lapisan masyarakat tentunya.Asumsi

Dalam hubungan antar teman atau antar pasangan, asumsi-asumsi inilah yang biasanya memicu perselisihan. Asumsi itu muncul karena kurangnya komunikasi. Tidak ada pertanyaan, berarti dianggap sudah mengerti. Padahal belum tentu. Sama seperti di akhir kuliah, dosen memberi kesempatan untuk bertanya namun tidak ada pertanyaan dari mahasiswa, maka dosen mengasumsikan mahasiswa sudah mengerti. Padahal nyatanya? Bisa dijawab sendiri.


Di sini saya belajar, isi kepala orang tidak pernah sama. Perlu sekali memastikan apa yang kita maksudkan dapat ditangkap dengan baik. Lebih baik cerewet mengkomunikasikan sesuatu, daripada diam diam tetapi malah menimbulkan kesalahpahaman. Apabila sudah terjadi kesalahpahaman, jangan malu meminta maaf dan menjelaskan.

P.S. buat kon, lek konco wes njaluk sepurane, mbok ya rausah diperpanjang seh, kon lak salah sisan, kene yo isok ae ngomong ngunu tapi males diperpanjang, emang kon ae ta sing paling bener c*u*k

Ditulis dengan hati yang tenang
Banyuwangi, 20 November 2016
mutiarizd

Comments

Popular posts from this blog

What If..?

Cerita Akhir Semester (Sebelum "Nyebrang")

DNA, Kembar Identik, dan Sedikit Tentang Forensik